contoh iklan header
Pasang Iklan Running Text Anda di sini atau bisa juga sebagai iklan headliner di atas (600x100)px

The Criterion : Si Sang Pembeda, Al-Furqan

banner
Ngomongin Al-Farouq alias Al-Furqan itu emang agak susah dalam terjemahannya ke dalam bahasa Indonesia. Mungkin definisi The Criterion bisa mendekati maksud dari kata Al-Furqon, yang artinya si pembeda atau pemisah antara; yang haq dengan yang bathil, penegas yang benar dari yang salah, penentu antara yang baik dan yang jahat. Bingung kan lo?

Gue aja mulai faham dan mengerti dari gue masih kuliah dulu dan ikuti kajian tentang segala hal yang berhubungan dengan ilmu filsafat dan keyakinan. Tapi mulai bisa mengurai dan bisa menjelaskannya beberapa hari terakhir ini. Tapi hal kayak gini gak serta merta gue dapati kalo gue gak mempraktikkannya semenjak beberapa tahun terakhir.

Ya gue pernah punya masa lalu yang gelap banget, segelap kebodohan meskipun kadang gue bisa berjalan saat kilat menyambar sedetik dua detik. Lo gak bakalan ngerti kecuali lo bayangin gimana lo berjalan di tengah kegelapan malam yang hitam gelap gulita, tanpa lentera, senter, bahkan tanpa lampu monitor LCD smartphone, kecuali ngandelin cahaya bulan. Jangan mimpi lo ngandelin cahaya bintang deh, di samping jauhnya gak ketulungan, cahayanya sedikit, bintang juga pada bete gak ngerti gimana menerangi jalan kehidupannya sendiri. Ini metafora, man. Bukan lagi ngomongin @bintangbete.

Maksud gue adalah, gue ikutin sebuah kajian rutin, tapi karena gue masuk mengikuti ego dan hawa nafsu gue, maka saat muda dulu gue gak sadar kalo gue justru lagi menuju kegoblokan yang amat sangat. Untungnya gue menikah dan ternyata gue ketolong sama cahaya yang gue dapat dari smarphone gue... ini metafora juga, kampret!

Dengan mengikuti kajian dan bercengkerama dalam kesendirian gue di malam hari, di samping kewajiban gue ber-sms-ria dengan yang menciptakan gue 5 kali sehari, meskipun cuma SMS egois yang isinya rata-rata minta mulu,gak pernah ngasih kabar apa yang bisa gue berikan. Tapi paling gak gue berusaha gak putus hubungan sama yang sudah ngasih gue hidup dan kesempatan untuk berkomunikasi. Siapa dia? Smartphone gue? Bukanlah... Ya Yang Maha Menciptakan gue dan seluruh isi alam raya.

Pembeda. Ya gue dikasih instrumen pembeda yang harus gue asah setiap hari supaya selalu bisa gue pake, biar radar hakikat dan radar pengetahuan gue jadi mumpuni dan canggih sehingga gue selamat gak belok-belok kecebur got, terus ngomong sama orang "Sorry gue lagi blusukan, jadi wajar nyemplung got", hanya untuk nutupin malu, Gue bukan tipe yang kayak gitu. Gue tipe yang kecebur got, dan gue diam, diam dan diam. Tapi diam-diam gue ambil pelajaran, gak kayak @wiranagara yang diam, diam... diam-diam dia nikah sama orang lain.

Ngomongin pembeda tentang apa yang seharusnya dilakukan seriap orang yang mau jadi sehat, baik dan gak berbuat salah berarti ngomongin; NIAT, AKSI dan TUJUAN. terserahlah kalian mau sebut, MOTIVASI, VISI dan MISI atau hal lainnya. Mungkin aja sama. Yang penting kalian nangkap kan maksud gue?

Gue bikin definisi dari tiga kata sederhana seperti di atas; niat, aksi dan tujuan. Kalau ada saja satu hal yang gak benar dari ketiga hal tersebut, berarti bisa dipastikan semua tindakan yang dilakukan siapapun pasti gak benar juga.

Nanti gue kasih contoh sederhana yang kongkrit, sekarang lo sepakati dulu definisi berikut ini:
1. Niatnya benar, tapi aksinya salah, biasanya tujuan dan hasil akhirnya salah.
2. Niatnya salah, tapi aksinya benar, biasanya tujuan dan hasil akhirnya juga salah.
3. Apalagi niatnya salah, aksinya salah, sudah pasti tujuan dan hasil akhirnya salah.
4. Niatnya benar, aksinya juga sudah benar tapi tujuan dan hasil akhirnya salah.

Lo pasti gak kebayang kan? Kalo ada orang yang niatnya benar, tapi cara tindakannya atau aksinya salah, ini pasti mengakibatkan tujuan dan hasil akhirnya juga salah. Gue kasih contoh tindakan Ahok, Gubernur DKI memaki di media TV secara laif (life; langsung). Sehingga gak ada kesempatan untuk pihak televisi mengedit atau merevisi. Jadi tayangan langsung ini memang sangat "luar biasa" dampaknya bagi siapapun, apalagi jika tayangan keluar dari batas etika, kewajaran dan kesopanan.

Ahok teriak "KIAT lo semua!" dengan emosi meledak-ledak (gue edit, biar blog gue gak kena block, tapi lo pasti ngerti maksud gue), adalah cara yang salah untuk mengeskpresikan niat baik Ahok yang kita semua mahfum, berantas korupsi. Niatnya sudah baik, anti tindakan koruptif, tapi caranya yang emosional bahkan sampai gak kekontrol alias kelepasan ucapan kasar tersebut, membuat pesan moralnya malah gak nyampe.

Sekarang gimana kalo kalimat yang sama, tapi penyampaian tidak dengan emosi meledak-ledak, justru dengan kelemah-lembutan kalau perlu dengan nada mendayu-dayu flamboyan. "Aaaah.... kiat lo semua...! Eike jadi esmoci... jangan korupsi dong, baby...! Baby lo semua!". Pasti gak ada yang tersinggung, bahkan tertawa dan mau menerima kritikannya bukan?

Lo pasti setuju kan, mendingan Gubernur DKI ikutan acara life-show Stand Up Copmedy, jauh lebih aman, daripada diwawancara televisi, tapi gak ada lawan bicara kecuali yang interview dan pihak kru studio yang gak bakalan pernah nyangka kalo Ahok akan berteriak "merdu" sekencang itu. Ini bukan salah KompasTV, tapi salah microphone dan clipon yang ada di tubuhnya Ahok, kenapa kok ya bekerja dengan baik dan normal pada saat yang gak tepat.

Kayak gue, yang gak terbiasa ngomong kasar dan kotor di tengah keluarga gue dan juga di keseharian gue dalam lingkungan tetangga. Saat gue tampil di atas panggung untuk openmic standup comedy, gue sempat mau teriak "Kampret!" tapi mendadak JAIM dan gue sadar kalo gue lagi tampil dengan pakaian yang syariah banget. Pasti gak pantas banget, selain "try to be funny" itu bukan karakter gue.

Akhirnya gue bisa belokin jadi keceplosan yang sudah terlatih, gue teriak "Kampus....!", dan itu kencang banget, Alhamdulillah gue selamat, dari kata-kata kasar yang menjerumuskan gue jadi seorang pengumpat seperti Ahok. (Lupakan! Memang bukan pengumpat tapi malah jadi tukang ghibah, ngomongin orang lain.... ampuuuuuun deh!)

Tapi sialnya audiens gue, ada yang nanyain, "Apaan tuh 'Kampus!' ? Kok gak nyambung?". Ya gue reflek jawab, "Kampret... Mampus...!" Upssss...! Keceplosan.

Yang kedua juga gak lebih baik. Punya tindakan atau aksi yang benar dan baik tapi niatnya salah alias niatnya busuk banget. Gue kasih contoh langsung, ada orang yang lemah lembut, sopan santun dan terjaga lidahnya dari omongan kasar, tapi niat sebenarnya adalah bisa korupsi dan kalau perlu bisa korupsi sebanyak-banyaknya mumpung masih menjabat. Gue gak ngomongin anggota DPRD DKI Jakarta ya, yang kebetulan lagi jadi lawannya Ahok di panggung komedi politik Betawi yang kini marak ditayangin di media sosial seperti Youtube, setelah media televisi marak menayangkan perseteruan yang lumayan seru dan lucu saat dua lembaga institusi ini berperang kata.

Noraknya, gue pernah berkesimpulan, eh maksud gue menanyakan tentang manfaat penayangan debat publik antara wakil rakyat dengan eksekutif yang disiarkan oleh media televisi. Ini pas dan bermanfaat gak sih buat seluruh rakyat Indonesia? Elit politiknya saja berantem dan ditayangin di teve, terus gimana rakyat kecil kalau mereka mau berantem... Apa perlu nunggu televisi datang dulu gitu?

Nggak juga. Jaman sekarang ini, peristiwa paling kejam dan tak senonoh sekalipun bisa konsumsi publik dan bebas bisa diakses siapapun selagi bisa dan mampu meng-uploadnya ke youtube.

Mungkin Anda sudah tahu, beberapa waktu lewat, ada penayangan ditangkapnya seorang begal dan dibakar massa.  Ini kan bukan saja tak layak konsumsi karena menayangkan kekejaman kolektif dari amuk massa karena pada dasarnya disebabkan oleh ketidakpercayaaan publik yang memuncak pada penegakan hukum, sehingga yang berlaku adalah hukum rimba. Begal ditangkap warga, diamuk massa dan langsung main bakar aja. Seharusnya hal ini kan gak perlu terjadi. Jika begal tertangkap, sebaiknya ditanya dulu dengan sopan santun layaknya kita sebagai orang timur. Jangan main panggang aja. Coba tanyakan pada begalnya, "Mas kenapa sih ngebegal motor orang? Sebenarnya Mas maunya apa? Bumbu kacang atau sambel kecap?" Nah selanjutnya terserah Anda.

Jadi begal dibakar massa adalah cara warga setempat untuk menegakkan hukum, tapi berdasarkan naluri dasar, kerennya "basic instinct" untuk melampiaskan dendam amarah, kekesalan dan memberikan efek jera buat pelaku kriminal. Tapi.... apa jadinya kalau setiap daerah di pelosok Indonesia berlaku hal yang sama. Maka fitnah besar sedang terjadi, ketidakadilan malah semakin tumbuh subur.... "Demi Tuhan, Subur....!" Arya Wiguna Syndrome meledak di tayangan langsung bakalan menjamur dan jadi patokan rating program televisi untuk segera menayangkannya. Haduh?

Jangan-jangan memang ini yang dijuju media televisi mainstream... mencari peluang liputan heboh yang langsung tanpa kontrol, sehingga sudah bisa dipastikan bakalan "booming". Kalau begini caranya, mendingan gue jadi teroris aja, bisa 'booming' kapanpun gue mau.

Nah yang gue tulis di atas itu adalah contoh ke-3 dari niatan yang salah, dengan cara aksi yang salah. Niatnya mau memberi efek jera bagi pelaku kejahatan yang ternyata ada niatan lain yang nimbrung, yakni kesal dan dendam kepada pelaku kejahatan seperti begal. Diperparah niat buruk untuk membalaskan dendam kepada pelaku begal bercampur dengan niat baik memberi efek jera, akhirnya warga berinisiasi untuk membakar begal yang tertangkap. Ya, mungkin gue bisa maklum apa yang ada dalam benak mereka, jika begal tertangkap dan diserahkan ke pihak kepolisian, ada kemungkinan bahwa begal bisa lepas dari jerat hukum asal keluarganya mau kongkalikong dengan aparat hukum di setiap level, dan akhirnya lepas sama sekali dari sanksi jerat hukum. Pret... bisa jadi gue setuju kalau fenomenanya kayak gini terus.

Tapi yang gue kuatirkan adalah, gimana kalau ternyata orang yang diduga penjahat begal itu ternyata bukan pelaku begal, hanya karena korban teriakan fitnah yang ditujukan kepadanya. Anda bisa bayangin kan, bila ini terjadi pada diri Anda yang lagi jalan di satu daerah, kebetulan lo lagi mengendarai sepeda motor. Sialnya, Anda lupa bawa STNK. Tiba-tiba ada orang yang jahat meneriaki Anda begal,padahal justru si orang itulah begal aslinya. Bukan hal yang aneh kan? Begal teriak begal, sama sepertinya halnya copet teriak copet. Pernah mengalami seperti hal itu bukan?

Nah coba bayangkan diri Anda di posisi seperti itu, dimana Anda tak sempat melalui proses peradilan yang selayaknya, tapi langsung ditangkap warga dan diamuk massa, terus Anda menikmati baunya roast-beef barbeque, yang gak tahunya itu adalah bau kulit daging Anda sendiri yang sedang dipanggang. Amit-amit, cabang PDAM.

Semoga dengan tulisan gue kali ini, Anda bisa mengerti apa yang saya maksud dengan the criterion, atau sang pembeda. Kita sebagai manusia modern yang beradab dan beretika seharusnya mempunyai radar etika dan moral yang akurat, sehingga tidak salah menjustifikasi isi pemberitaan dari media mainstream. Jangan sampai kita jadi orang bodoh yang mengklaim sebuah perbuatan jahat sebagai alasan kita untuk bisa berbuat jahat kepada sesama. Masih ingat di benak saya, pernyataan artis yang dulu naik daun (gue berharap dia naik burung elang raksasa, bukan naik daun), Dewi Perssik yang dipaksa berargumentasi tentang goyang erotis dan beberapa pertunjukannya yang terbilang terlalu mesum untuk ditonton apalagi dibayangkan. Dia mengatakan pembelaannya karena dianggap merusak patron budaya seni dangdut oleh raja dangdut sebagai ajang mesum yang menyajikan penampilan goyang seksinya, Dewi Perssik berkata, "Saya gak akan berhenti goyang seksi, sampai pejabat berhenti korupsi...!" Halah.... ini kalimat benar-benar provokatif. DP memang pantas jadi agen rahasia, dia punya bakat provokator, anehnya gue juga ikutan jadi provokator.

Tapi yang parah dari itu adalah, sudah benar niatnya, benar pula tindakannya tapi karena salah tujuan dan hasil akhirnya malah jadi gak benar.  nah yang kayak gini merugi banget. Ini buat materi gue selanjutnya.... Gak akan gue kasih tahu ke siapapun kecuali dia minta langsung ke gue.... nanti baru gue ceritain. OK, target gue hari ini terpenuhi, mission accomplished. Terima kasih, wassalam.

SidikRizal, [pemerhati sosial]

    

Post a Comment

Silakan pos kan komentar Anda yang sopan dan harap tidak melakukan pelecehan apalagi yang berkaitan dengan SARA.
Terima kasih.
Wassalam
Redaktur bksOL

Previous Post Next Post
banner