Kampanye Baliho, Spanduk dan Poster Unik

Pilkada Kota Bekasi dan Pemprov DKI Jakarta Nan Unik


Pemilukada baik di ibukota Jakarta dan Pemkot Bekasi semakin gencar dan dekat dengan masa pencoblosan di kedua wilayah di Republik yang baru mempraktikkan pemilihan langsung beberapa tahun terakhir ini. Karena euphoria kebebasan memilih serta pemilihan secara langsung inilah, maka beragam cara komunikasi massa yang dilakukan dalam setiap kampanye mereka yang menjadi tim sukses setiap kandidat yang bertarung.

Banyak alasan para anggota tim kampanye di setiap daerah dengan caranya tersendiri yang kadang membuat kita tertawa karena lucu tapi bisa juga getir karena pahitnya kenyataan yang disampaikan dalam komunikasi massa mereka secara gamblang maupun tersirat.

Lihat saja kampanye mereka melalui spanduk, baliho maupun selebaran poster yang mulai tertempel di mana-mana dan terkadang begitu menyeruak area kesadaran kita setiap kali kita berjalan baik di persimpangan jalan raya atau bahkan sudut-sudut kampung yang ramai dilalui orang.

Coba kita perhatikan sejenak saja membaca pesan yang disampaikan mereka, lalu kita pikirkan berulang-ulang. Apakah mereka memang pantas untuk kita dukung dengan mencoblos mereka dan pada akhirnya memilih mereka untuk jadi pemimpin mereka, seandainya cara berkomunikasi mereka saja sudah ada yang salah dengan logika sehat kita. Sehingga kita sudah sepatutnya bisa melihat kapasitas mereka untuk layak jadi pemimpin kita di pemerintahan dari cara berkomunikasi mereka di dalam kampanye media luar ruang.

Meski bukanlah menjadi ukuran bahwa kinerja tim sukses dalam menyuarakan kelebihan maupun keutamaan kandidat mereka bisa menggambarkan secara persis seperti apa karakter dan sifat calon pemimpin yang akan kita pilih. Tapi paling tidak kita bisa tahu, seberapa pintar sang kandidat memilih tim sukses yang bisa mengkomunikasikan kepentingan mereka secara cerdik, bijak dan tentunya komunikatif serta mendidik masyarakat konstituen yang seharusnya memang mendapatkan informasi lengkap tentang calon pemimpin mereka.

Jadi sudah merupakan tugas kita bersama meneliti calon pemimpin kita dengan melihat lebih jauh ke depan melalui kampanye mereka, baik lewat spanduk, baliho, poster, billboard maupun kampanye langsung di panggung kampanye terbuka dan juga kampanye mereka lewat televisi dan media lainnya. Kita bertanggung jawab memilih pemimpin kita, sebagai bukti partisipasi kita terhadap masa depan kita nantinya, bukan?

Periksa saja rekaman berikut, dan ambil pelajaran yang bisa kita pahami betapa mereka sebenarnya.

Spanduk Baliho Poster "MENGGEMASKAN"

Lihat saja spanduk dan bahkan billboard salah satu kandidat walikota berikut ini. Namanya Nyi Mas Syakuntala, yang begitu provokatif menyuarakan tentang "nyali" atau keberaniannya yang mungkin sepintas terbilang tinggi. Tapi buat kalangan tertentu yang mengerti bahasa hukum dan kampanye, justru slogan yang dinyataknnya menjadi tidak produktif bahkan justru bisa dianggap "sangat lucu menggemaskan" itu jika tak mau dibilang "norak".

Pernyataan "Siap Ditembak di tempat, jika saya korupsi!" memang kedengaran bombastis dan membetot perhatian. Tapi efektivitas komunikasi menjadi tumpul, karena sasaran yang ditangkap menjadi enggan saat tahu maksud kalimat "bombastis" hanyalah sebuah dialektik politis yang sama sekali kosong. Mengapa bisa dibilang hampa?

Mari kita coba bayangkan dan renungkan beberapa saat saja. Jika ya di kemudian hari dia terpilih sebagai walikota Bekasi, apakah setidaknya dia membuka diri untuk siap ditembak kapanpun. Apapaun alasannya Ni Mas Syakuntala pasti mengerti, bahwa tak ada hukum apapun yang bisa mengeksekusi seseorang karena melakukan tembak mati di tempat. Emamgnya siapa yang akan menembak mati Ni Mas Syakuntala saat nanti dia ketahuan atau terbukti korupsi. Ini jelas pembodohan publik secara tidak langsung. Karena semua orang berakal sehat dan berpendidikan tahu bahwa menembak orang lain hingga mati tidak akan dibenarkan dengan alasan apapun kecuali demi hukum. Apakah dengan pernyataan "Saya bisa ditembak mati di tempat!" lalu orang boleh menembaknya setiap saat dia terbukti korupsi. Kan PASTI tidak! Jadi jelas pernyataan kampanye ini "bohong" belaka dan bukan sekadar "kosong" makna diplomatis.
Parnyataan kampanye ini hanya ingin membuktikan, betapa Ni Mas Syakuntala sangat-sangat perhatian terhadap masalah korupsi, dan dia berani menyatakan dirinya untuk ditembak di tempat. Pada kenyataannya siapa yang bisa "menembak" dirinya selain suaminya sendiri (sorry... kalimat terakhir ini bercanda).

Atau juga bandingkan dengan bahasa Inggris "sederhana" campur bahasa Indonesia
Ini berarti tak akan ada orang yang berani menembak dirinya, kecuali orang "bermasalah" secara kejiwaan atau "komunikasi sosial. Nah ini juga berarti Ni Mas Syakuntala bisa menganggap semua konstituennya adalah orang yang "tidak mengerti" (ini kalau tidak mau dibilang "bodoh") dengan kata-kata kampanyenya itu.

Bukan bermaksud berandai-andai. Jika saja dia benar terpilih menjadi Walikota Bekasi, dan suatu saat ada yang menembaknya mati di tempat, apakah itu membuktikan kalau dirinya korupsi. Ini yang dimaksud dengan kesalahan logika komunikasi massa yang dilakukan oleh tim sukses, atau bahkan mungkin ide langsung sang kandidat yang bisa jadi begitu berambisi (eh salah, maksudnya bernafsu) menjadi bakal calon walikota.

Di lain arti, kata "Siap tembak di tempat" bisa mengundang makna ganda. Kalimat bersayap tembak di tempat kan bisa diartikan sebagai "negosiasi" atau "kongkalikong" di tempat. Hal ini kan pernah jadi sejarah kelam dunia polantas saat beroperasi di jalan raya, ya tapi itu duluuuuuuuuuuuuuuuuuuuuu sekali. (Sekarang tidak... ya kan Pak Polisi?)  Jadi apakah Ni Mas Saykuntala bermaksud mengatakan "Saya juga siap bernegosiasi di tempat?" kan pasti tidak. Lalu kenapa menggunakan kalimat yang punya makna ganda. Ini sangat tidak produktif, kalau tak mau dibilang bodoh sekali.

Bandingkan dengan yang "pamer" pengalaman organisasi ini
Kesalahan logika atau dikenal dengan "logical fallacy" seperti ini memang terkadang bisa membuktikan kadar intelektual sang ahli kampanye baik itu kandidat maupun tim suksesnya. Jika semakin sering dia melakukan kesalahan logika komunikasinya, apa tidak mungkin ketika dia menjabat akan banyak melakukan kesalahan serupa bahkan  bisa juga salah menentukan kebijakan karena sudah menjadi karakter cara berkomunikasinya. Padahal kesalahan jenis ini sudah sering sekali dilakukan oleh mantan walikota Bekasi, yang kini berujung di penjara Sukamiskin, Jawa Barat.

Saran penulis, sebaiknya berkomunikasilah yang sederhana dan tidak terlalu heboh apalagi provokatif untuk mendapatkan simpati publik. Lebih sering. kesederhanaan dalam komunikasi nan bersahaja jadi efektif mengundang konstituen untuk emndukung memberikan suaranya. Mau contoh? Banyak kok kalau kita mau menyimak dan merenung sejenak setiap mengambil keputusan membuat komunikasi massa yang jujur dan produktif.

Sidik Rizal - praktisi komunikasi massa politik dan wirausaha.

2 Comments

Silakan pos kan komentar Anda yang sopan dan harap tidak melakukan pelecehan apalagi yang berkaitan dengan SARA.
Terima kasih.
Wassalam
Redaktur bksOL

  1. Menjelang Pilgub DKI Jakarta pada 11 Juli 2012, Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Indonesia menyampaikan 7 masalah yang perlu diwaspadai oleh semua pihak. Apa saja?

    "Pertama, terjadinya pelanggaran atas pemenuhan hak politik rakyat untuk memilih, oleh karena adanya persoalan adminstratif yang berhubungan dengan Daftar Pemilih Tetap (DPT). Kedua, adanya bujukan atau janji tidak realistis yang pada dasarnya dapat menipu rakyat untuk memilih pasangan calon tertentu," kata Koordinator Kajian KIPP Indonesia, Girindra Sandino, dalam siaran pers, Senin (9/7/2012).

    Poin ketiga, perlu diwaspadai upaya-upaya untuk terus melakukan politisasi berbagai isu yang berdampak terhadap menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap integritas penyelenggara pemilu.

    "Keempat, potensi terjadinya "serangan fajar", dalam berbagai bentuk mulai politik uang, sembako, sampai janji akan memberikan imbalan dengan bukti telah memilih pasangan calon tertentu. Kelima, kemungkinan tekanan psikologis baik dari kelompok kontestan tertentu ataupun unsur birokrasi di lingkungan atau komunitas tertentu untuk menentukan pilihan politik yang diarahkan," paparnya.

    Sementara poin keenam yang perlu diwaspadai adalah ketidakberesan adminstratif di jajaran penyelenggara saat pemungutan suara, penghitungan dan penetapan hasil.

    "Ketujuh, upaya-upaya untuk terus membangun opini bahwa pilkada "curang" guna memudahkan mobilisasi protes masif dan sebagai prakondisi bagi langkah hukum menggugat hasil pilkada ke Mahkamah Konstitusi," tandasnya.

    Hal-hal tersebut harus diwaspadai oleh pemilih, pemantau, peserta, penyelenggara, dan pengawas Pilgub DKI.

    (van/van)

    ReplyDelete
  2. Thanks for info https://bit.ly/2pzDml9

    ReplyDelete

Post a Comment

Silakan pos kan komentar Anda yang sopan dan harap tidak melakukan pelecehan apalagi yang berkaitan dengan SARA.
Terima kasih.
Wassalam
Redaktur bksOL

Previous Post Next Post