Jasa Detektif Swasta di Indonesia

Indonesia sebagai salah satu negara berkembang yang mulai memasuki era globalisasi dan serba gadget canggih ternyata mulai memasuki era peradaban dan budaya yang mirip dengan negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan negara-negara di benua Eropa.

Di samping petugas penegak hukum yang diamanati perundang-undangan seperti polisi, jaksa dan juga pengadilan, bangsa kita memang membutuhkan jasa penyidikan maupun penyelidikan tanpa diketahui publik, atau dengan kata lain jasa penyidik swasta menjadi satu keniscayaan. Semakin banyaknya pihak yang mempunyai kepentingan politis atau pun hanya sekadar keutuhan rumah tangga, yang mau tidak mau memerlukan jasa penyidikan secara diam-diam, demi menjaga kerahasiaan baik subyek yang membutuhkan maupun target operasi yang tak ingin kerahasiaannya terbongkar oleh pihak publik maupun media massa.

Pilihan menjaga kerahasian baik pengguna jasa detektif maupun target operasi adalah satu alasan kenapa orang tidak mau menggunakan jasa pihak kepolisian. Namun begitu, bukan berarti jasa detektif swasta bisa mengambil alih pekerjaan polisi. Tetap saja jika diberi kewenangan oleh penyewa jasa untuk melimpahkannya ke pihak kepolisian, jaringan detektif swasta dapat dipastikan akan menyerahkannya kepada pihak yang berwajib, yakni kepolisian.

Lalu apakah sebenarnya detektif swasta itu? Berikut ini beberapa penjelasan tentang layanan jasa detektif swasta, misalnya CIA, sebagai salah satu lembaga jasa pelayanan detektif swasta. Jangan salah CIA bukan Central Intelligence Agency, milik pemerintah AS, melainkan CIA = Central Investigation Agency, milik bangsa Indonesia. Agak nyeleneh, tapi begitulah adanya, dan kita harus bangga bukan?

KONTAK LANGSUNG DENGAN SANG DETEKTIF SWASTA
Menemui lelaki misterius ini memang agak sulit, kita harus berkali-kali mencoba menghubunginya mulai dari SMS no telp yang tidak pernah dipublikasikan dan sepertinya hanya orang-orang tertentu yang bisa menghubunginya. Termasuk penulis, yang mendapatkan nomor kontaknya justru dari seorang pensiunan tentara yang tinggal di sekitar pedalaman kabupaten Bogor. Mantan tentara ini kini berusia lebih dari 75 tahun namun mempunyai istri yg berusia sekitar 45 tahun, mempunyai padepokan perguruan spiritual.

Penulis perhatikan sepertinya dia beragama Islam, namun saat mengenal lebih jauh tak lebih dari seorang paranormal yang percaya pada sinkretisme dan mencampuradukkan pemahaman Islam dengan ajaran kuno Hindu. Apalagi ketika dia mengatakan bahwa dia memiliki sebuah kotak yang berisi benda-benda pusaka yang bisa dihuni oleh beberapa jin, mulai dari jin beberapa tokoh penting di negeri ini hingga jin-jin tokoh besar dunia yang telah meninggal dunia. Penulis hanya bisa tersenyum dan mengangguk-angguk mendengarkan penjelasannya, meskipun dalam hati menolak hal-hal yang berbau khurafat tersebut, alias mengada-ada.

Bagi penulis sendiri keyakinan terhadap adanya jin adalah wajib, namun bekerja sama dan menggunakan keberadaan jin dengan segala cara sebagai cara untuk mencapai tujuan tanpa tuntunan syariat Islam termasuk perbuatan yang dilarang, bahkan bisa dikategorikan sebagai perbuatan syirik. Karena dikhawatirkan manusia bisa tergantung dengan kemampuan jin menyelesaikan masalah, terkecuali manusia itu adalah Nabi Sulaiman a.s.

Terlepas dari masalah tersebut, penulis menganggap pertemuan ini ada hikmahnya karena dari tujuan semula si kontak paranormal ini mengatakan bahwa orang ini bisa membantu menyelesaikan banyak masalah orang-orang dan membutuhkan promosi iklan di blogs yang saya kelola. Saya pun tertawa dalam hati, jikalau dia benar sehebat seperti yang diceritakan sang kontak penghubung, pasti tak membutuhkan promosi di internet bukan? Namun saya pun mengiyakan apalagi dia menjanjikan pembayarannya yang lumayan besar untuk sekali wawancara dan pembuatan advertorial, meskipun saya tak menjanjikan akan menerbitkannya di blogs pribadi saya, kecuali dia bayar tunai sejumlah uang dan itupun dalam bentuk liputan bukan advertorial. Saya takut timbul fitnah di kemudian hari.

Ringkas cerita, akhirnya saya diberi sebuah nomor orang yang dulu pernah membantunya mencari informasi seseorang yang hilang. Nah, inilah jin yang sebenarnya, hahaha. Sepertinya yang dimaksud dengan jin pencari orang hilang, ternyata seorang penyidik swasta. Saya pun tertawa tertahan, takut menyinggung perasaan Ki Jogoboyo, demikian lelaki tua mantan ajudan satu presiden republik ini.
Meskipun begitu saya tak bisa mengabaikan darimana saya mendapatkan nomor kontak sang penyidik misterius ini, namun dari ceritanya, penulis beranggapan bahwa penyidik swasta ini hanyalah orang biasa yang mempunyai akses yang luas dengan beberapa tokoh penting di banyak kalangan pejabat penting negeri ini. Itu saja.

Sepanjang perjalanan pulang dengan mobil bang Ari, kontak penghubung Ki Jogoboyo,  dia bercerita tentang kehebatan paranormal tersebut yang telah membantu banyak petinggi politikus pada beberapa pemilu untuk mencari sumber-sumber kekuatan suara serta para pendukung suara khususnya bagaimana menggalang strategi dan meminta bantuan jaringan akses ke pihak tertentu.

Penulis hanya bisa mendengarkan ceritanya namun pikiran melayang ingin mengetahui lebih jauh tentang nomor kontak sang penyidik swasta. Ini yang akan jadi sumber materi tulisan kali ini. Mengapa seorang penyidik swasta dipakai paranormal untuk mencari orang dan menyelidiki keberadaaanya. Mengapa?

Perjalanan pulang pun menembus waktu maghrib menuju Jakarta di akhir tahun jelang natalan 2010.

MEMBURU SANG DETEKTIF SWASTA
Sungguh meskipun nomor kontak sudah di tangan, tapi bukan berarti mudah untuk menemui lelaki yang pernah menyelesaikan satu kasus besar yang akhirnya diklaim sebagai kerja pihak kepolisian. Namun tetap saja kasus orang hilang tersebut tak dipublikasikan juga telah diselesaikan oleh pihak kepolisian karena alasan politis. Sungguh seperti cerita fiksi buat penulis, karena penulis hanya berharap fakta langsung dari sang detektif.

Setelah lebih dari tiga kali menentukan rendezvous di beberapa pusat perbelanjaan dan food court terkenal ibukota, akhirnya jatuh pada pilihan terakhir Pasar Festival, Kuningan. Padahal penulis sudah mendatangi Mega Pasaraya BlokM, dan sampai disana di-SMS balik untuk pergi ke Senayan City. Setelah tiba di sana dan baru duduk sebentar, saya pun mendapat sms untuk pergi ke Pasar Festival, sepertinya dia memang hendak menyakinkan bahwa saya tidak diikuti orang lain. Mirip seperti cerita kriminal di film-film. Penulis hampir saja kesal dan tak mau melayani permainannya lebih jauh, tapi karena di Senayan City seorang waitress cantik menghampiri saya dan memberikan sebuah handphone jadul Nokia 3210, katanya ada titipan dari seorang lelaki, sayapun menerimanya. Dari telpon itulah saya digiring lelaki misterius ini untuk segera meluncur ke FoodCourt Pasar Festival, dengan motor tua saya saya pun segera menggasnya menuju Kuningan Jl. H.R. Rasuna Said di awal tahun 2011 bulan Januari.

Masya Allah, ceritaku makin mirip kisah fiksi. Sungguh bikin rasa penasaran semakin tinggi. Untungnya dia memilih tempat di Pasar Festival, saya berharap ada kenalan dan orang yang saya kenal nanti bertemu di tempat yang selalu ramai di setiap jam istirahat hari-hari kerja. Semua orang juga tahu bahwa Pasar Festival adalah pilihan urban untuk makan siang dan rendezvous paling pas, di samping di kelilingi perkantoran dan terletak di segita emas metropolitan.

Akhirnya penulis menuju foodcourt setelah melewati sebuah kampus media komunikasi milik Bakrie Group. Di lantai dua foodcourt, saya melihat sebuah konter yang saya kenal dan sepertinya saya ingat siapa pemiliknya. Konter Sop Ikan Batam. Ya penulis mengenali sang pemilik Koh Bun, yang mempunyai beberapa outlet tersebar di seluruh mall di Jabodetabek. Ya saya pernah mewawancarainya beberapa waktu silam. Ah lupakan, sementara ini saya hanya ingin bisa mewawancarai sang detektif misterius yang mungkin sekarang mengawasi saya dari kejauhan di satu sudut.

Sambil memesan satu porsi sop ikan khas Batam dan es jeruk, saya menyapu pandangan mencari hal aneh yang mungkin tampak. Susah juga di tengah keramaian jam makan siang seperti ini mana mungkin saya bisa memperhatikan satu per satu orang yang aneh. Tapi saya mencoba menenangkan diri, dan membawa struk serta nomor order ke meja kosong di satu sudut yang lumayan strategis namun tetap nyaman untuk ngobrol.

Tak lama telepon Nokia saya berdering, dan lelaki misterius itu bicara. "Mas Dik, sepertinya sendirian memesan sop ikan ya?" tanya suara di seberang sana, saya pun yakin kini dia sedang memperhatikan saya. Saya tak peduli, kemudian mematikan handphone dan melanjutkan menunggu pesanan saya datang.

Tak berapa lama sop ikan pesanan saya datang, "Maaf Pak pesanan nomor 13?" tanyanya meminta nomor pesanan saya, dan saya pun menyerahkan struk pembayaran, lalu lelaki berusia 40-an tahun itu mengambil nomor plastik 13 dan menyerahkan kepada temannya serta meletakkan order saya.

"Loh kok ada dua porsi Mas?" tanya saya heran, lelaki itu hanya tersenyum sambil terus meletakkan segelas besar es jeruk dan 2 porsi wadah mangkuk logam dengan kompor mini di bawahnya di tambah segelas milkshake.

"Saya juga tidak memesan milkshake ini?" dan lagi-lagi lelaki itu hanya tersenyum. Saya pun menengok kanan kiri menyapu seluruh ruangan mencari sang lelaki misterius yang memang sengaja memesan makanannya bersama saya. Tak ada yang mencurigakan selain pandangan beberapa orang yang tak sengaja bertatapan dengan mata menyelidik saya.

"Selamat menikmati!" ujar lelaki di depanku, dan membuatku terkejut. apalagi saat kini dia ikutan duduk di depan meja makanku. Belum hilang kagetku, dia perkenalkan dirinya, "Saya De Er. Orang biasa panggil saya Dikdik." Saya pun makin terkejut, karena namanya mirip sekali dengan panggilan saya.

"Loh? Jadi Anda orang yang mau saya wawancara itu?" tanya saya dan dia mengangguk tersenyum.

"Aneh sekali nama Anda mirip dengan nama panggilan saya!" sergah saya berusaha tenang

"Oh ya?" jawabnya sambil mulai membuka wadah sup ikan di depannya. Dan dia pun mempersilahkan saya untuk mencoba sop ikan saya. "Silakan!" ujarnya pelan. Sayapun ikutan mulai makan siang.

"Sebenarnya apa yang hendak anda ketahui tentang saya?" tanyanya sambil menyuap sebutir bakso ikan yang lezat sekali tampaknya.

"Oahemmmm gini," saya pun ikutan menikmati bakso ikan dengan kuah panas dari wadah sop ikan saya sendiri di mangkuk nasi. "Saya hanya ingin menulis artikel tentang detektif swasta. Saya juga ingin tahu kenapa saya mendapatkan nomor Anda justru dari seorang paranormal. Ini kan aneh?"

Dia malah semakin asyik melanjutkan makan siang dengan sop ikannya. "Apakah Anda punya seharian mendengarkan cerita saya? Apakah Anda sedang merekam pembicaraan kita" tanyanya namun tetap menyantap sop ikannya.

Saya hanya mengangguk dan teringat dengan tape recorder mini yang lupa saya nyalakan saat dia duduk di depan saya. Saya pun mencari perekam saya dari dalam tas, dan mengeluarkannya serta meletakkannya tepat di sebelah bowl stove sop ikan detektif swasta yang berkacamata dan penampilan seperti kebanyakan intel. Tak ada yang istimewa, dengan celana hitam dan baju hem putih lengan panjang, seolah dia karyawan resto training. Beda banget dengan penampilan saya yang menggenakan ghamis dan celana cingkrang.

"Maaf kalau boleh saya memanggil Anda Mas Dik, ini seperti saya berbicara sendiri di depan cermin. Hehehe..." kata saya mencoba untuk bercanda garing untuk melumerkan suasana, "Anda gak nampak seperti seorang detektif swasta?"

"Oh ya?" ujarnya sambil terus menikmati makan siangnya, "Mas Sidik juga gak nampak seperti kebanyakan wartawan, malah seperti teroris." lanjutnya menohok emosi saya.

"Di tengah keramaian seperti ini, mas Sidik gak risih berpakaian seperti itu?" tanyanya menganalisa.

"Kenapa?"

"Gak masalah, buat saya itu urusan Anda. Demikian juga penampilan saya, ini karena saya hendak bertemu dengan Anda, makanya saya berpakaian hitam putih seperti ini. Anda tak menyangka bukan jika saya adalah seorang waiter?"

Saya pun hanya mengangguk setuju, bahwa perjumpaan dengannya sungguh mengejutkan dan tak disangka. Lumayan seru, seperti cerita misteri eksyen yang sering saya baca dan tonton di film-film Hollywood.

"Tadinya saya pikir sih emang agak aneh. Masa karyawan foodcourt tampil dengan pakaian training, hitam putih, tapi wajahnya sudah berumur seperti Anda. Namun karena perilaku anda yang sangat sopan, hilang sekejap kecurigaan saya."

"Ya itulah satu keahlian saya, menyamar. Karena hampir semua pekerjaan saya menyelidiki sesuatu saya harus pandai menyamar dan menutupi jejak saya. Alah bisa karena terbiasa." ujarnya sedikit pamer.

Saya hanya tersenyum kecut, "Saya hanya ingin menanyakan, kasus besar apa saja yang pernah Anda kerjakan?"

"Jika saya cerita juga, apa anda akan percaya?" jawabnya beretorika.

"Saya hanya wartawan, dan saya menuliskan cerita Anda langsung dari mulut anda sendiri. Kenapa Anda bisa begitu melegenda seperti cerita sumber saya di Bogor!"

"Hahaha," tawanya santai sambil mengeluarkan tulang ikan dari mulutnya dan membuangnya ke wadah tulang. "Jangan terlalu percaya dengan kata orang. Apa Anda juga yakin semua orang bakal percaya dengan tulisan Anda di blogs, Mas Sidik?"

Sekali lagi saya seperti bicara di depan cermin, "Ya gak selalu!" kilah saya, "Tapi saya berusaha untuk menuliskan semua hasil wawancara dan investagasi saya berdasarkan ilmu pengetahuan dan apa yang saya dapat, tentunya dengan kehati-hatian. Saya juga berusaha menghindari dusta, bung Dikdik!"

"Lalu kalau orang lain bilang tulisan Anda adalah dusta bagaimana?"

"Saya gak peduli apa kata orang,kecuali orang itu mempunyai bukti yang lebih kuat dan benar, barulah saya akan peduli dan mendengarkan bantahannya," jawab saya agak meninggi karena menahan emosi.

"Ok! Kalau begitu!" diapun menyelesaikan makannya dan tak lagi berkata-kata. Sayapun ikut menyelesaikan makanan saya hingga tuntas. Beberapa menitpun berlalu, namun mata saya tak lepas memandangi lelaki yang tak jauh berbeda usianya dengan saya ini. Saya hanya mencoba menikmati makan siang saya. Keramaian foodcourt Pasar Festivalpun sepertinya tak langsung surut.

Selesai makan pun, lelaki itu berdiri dan memberi isyarat kepada waiter untuk merapihkan meja kami, kemudian dia beranjak pergi.

"Eh, bung Dikdik, mau kemana Anda?" sergah saya.

"Anda tidak sholat zhuhur?" jawabnya seraya melirik ke baju saya dan tersenyum sinis.

Ah, keterlaluan, saya jadi malu sekali, baju saya ghamis, celana cingkrang dan jenggotan, tapi sholat zhuhurpun mesti diingatkan. Saya pun ikut bergegas merapihkan tape recorder ke dalam tas saya dan hendak mengejarnya, tapi tampaknya dia telah hilang. Cepat sekali jalannya. Saya pun menanyakan pada seorang karyawan foodcourt dimana letak mushola. Rupanya letaknya ada di lantai basement di dekat bawah tangga.

Sepertinya ada beberapa mushola di Pasar Festival, karena saya tak menjumpai Bung Dikdik ada mushola ini. Saya tak peduli, langsung wudhu dan menyelsaikan kewajiban saya.

Beberapa menit kemudian, saya kembali ke meja makan saya kembali. Ternyata sudah diisi orang lain. Saya pun menyapu pandangan berkeliling mencari bung Dikdik. Saya sebenarnya masih kesal kenapa orang misterius ini punya nama yang sama.

Pastinya hal ini bikin saya kikuk untuk menceritakannya dalam tulisan saya, Anda bisa bayangkan betapa awkward-nya tulisan saya nanti. Seolah saya sedang menceritakan kisah diri saya sendiri. Argh...! Menyebalkan. Saya harus memberinya sebuah nama yang berbeda. Saya pun beranjak kembali ke food court.

Akhirnya ada sebuah meja yang kosong di bagian dekat tangga, dan saya pun mengambil kursinya dan duduk dengan membelakangi tangga turun tersebut. Sengaja saya ambil posisi itu, karena saya yakin lelaki itu akan datang dari belakang saya, makanya saya menyediakan kamera HP saya untuk merekam wawancara nanti menghadap ke punggung saya untuk mengantisipasi kedatangannya.

"Hai Bro!" sapa Dikdik justru dari depanku tidak seperti dugaanku sebelumnya. Sungguh lelaki ini agak susah ditebak. Diapun mengambil kursi di depanku tanpa menunggu jawaban.

"Ini posisi yang paling bagus buat surveilance," ujarnya seperti memujiku.

"Oh gitu ya?" balasku

"Ya karena kita tertutup banner dan pohon bonsai gajah ini," katanya menunjuk asesoris pot pohon dan standing banner juga sebuah signage yang menghalangi pandangan kerumunan keramaian, tapi kami tetap bisa melihat keliling tanpa masalah.

Tanpa saya sadari, ternyata lelaki ini telah berganti pakaian dengan celana jins dan jaket jins berwarna biru muda belel dan kaos oblong. Simpel dan tampak segar.

"Sholat zhuhur di mana tadi?" tanya saya berbasa-basi. Dia menunjuk ke arah timur, berlawanan arah dengan tempat saya sholat tadi, saya pun mengangguk dan mengangkat alis mata mengiyakan.

"Bung Dikdik, saya panggil Anda bung Deswa aja ya, biar gak kikuk saya panggil Anda?"

"Terserah Anda Mas, toh Anda yang menulis. Saya juga gak peduli." ujarnya sambil membuka sebungkus permen Fishermen Fresh dan menawarkannnya pada saya.

"Deswa artinya pas kan? Lagian nama asli Anda tetap bisa terjaga kan?" jelas saya.

Dia melihat ke sekeliling seolah memeriksa apa ada orang yang mendengarkan kami, "Boleh juga. Asal Mas Sidik tahu kenapa saya mau diwawancarai. Saya tak mau pasang iklan dan tak mau dipromosikan. Saya hanya mau memberi kesempatan Anda untuk mendapatkan klien. Itu saja, faham?" tanyanya dengan mata tajam.

Agak ngeri juga melihat matanya, saya pun mengangguk setuju. Tapi saya mulai merasa dekat dengan lelaki misterius yang tak keberatan dipanggil Deswa ini.

"OK, sebagai awal hubungan kita, baiknya ikut saya sekarang!" Deswa sepertinya sudah merasa di atas angin, anehnya saya pun menyetujuinya sambil mengambil tas backpack saya dan mengikuti jalannya yang cepat sambil sesekali saya berlari kecil. Sepertinya dia juga tak ingat dengan HP nokia jadulnya yang ada di dalam tasku. Lumayan.

Ternyata dia mengajak saya untuk langsung menuju halte TransJakarta. Saya sudah tidak peduli dengan kendaraan motor tua yang saya parkir di basement Pasar Festival.

"Maaf, Des. Kita mau kemana?" tanyaku sambil kukeluarkan dompetku dan persiapkan kartu e-money Mandiri untuk membayar otomatis di tap pintu masuk halte TJ depan Gedung BrojoSumantri.
Deswa hanya tersenyum diam dan memberi isyarat agar aku mengikutinya. Sepertinya memang aku harus mengikuti permainannya, toh aku yang butuh liputan dan akses jika kelak aku mendapatkan klien yang pertama buat sang detektif ini.

"Saya pikir Anda bawa kendaraan pribadi...?" tanyaku menyidik. Lagi-lagi dia cuma tersenyum. Dan ini yang membuatku semakin penasaran. Seandainya aku dibolehkan untuk melihat isi benaknya, pasti sudah kulakukan. Apa sebenarnya yang dia mau lakukan. Tapi aku harus percaya padanya, entah apa yang membisikkanku.

Setelah kami mengambil duduk di belakang, tampak hanya kami berdua yang ada di barisan bangku ini. Kanan kursi cuma ada 1 orang laki-laki paruh baya, dan sebelah kanan seorang remaja dengan penampilan seperti mahasiswa.

"Mas Dik pernah ke POLDA Metrojaya?" tanya Deswa menganalisa.

Akupun mengangguk, "Pernah."

"Ke Kejagung? MK atau ke Mabes POLRI atau KPK?" tanyanya lebih jauh.

"Ya, cuma gedung KPK saja yang belum pernah, tapi saya tahu tempatnya. Jangan tanya kenapa. Saya gak punya teman koruptor. Kalaupun ada, saya gak mau meliput atau mengunjunginya. Gak penting." saya mencoba cuek, dan Deswa hanya tersenyum datar.

"Tertarik mencari informasi profesi detektif swasta kenapa?"

"Saya penasaran bukan dengan profesinya, tapi dengan anda mas Deswa. Kalo menurut cerita kontak saya, anda itu legenda. Apa maksudnya?"

"Jangan percaya dengan semua yang anda dengar, Bro!" Deswa mencoba rileks.

Sayapun menaikkan alis mata saya menuntutnya menjawab pertanyaan lebih jauh.

"OK saya pernah mencari data orang hilang, justru orang yang memang selayaknya harus dihilangkan dari negeri ini. Karena saya harusmencarinya ke Bangkok dan Singapura, juga Malaysia."

"Siapa?"

"Anda rekam? Sebaiknya off the record, baru saya ceritakan." pintanya sambil mengisyaratkan recordersaya dimatikan dengan alis matanya. Saya pun mematikan tape recorder kaset mini merk Sony. Seharusnya saya membawa recorder digital satunya lagi, namun saya tinggalkan di rumah karena buru-buru.

"Saya pernah mencari Eddy Tanzil (ET), dan menemuinya. Bahkan sampai sekarang tak ada yang tahu bagaimana rupa ET dan apakah dia masih hidup atau sudah mati dibuang ke laut, bukan?" ujarnya sambil tersenyum bangga.

"Masya Allah. Serius Bro?"

Deswa hanya mengangguk tersenyum dan melempar wajahnya melihat keluar jendela bus TJ yang melaju cepat menuju Mampang. Saya pun membaca air mukanya dan bahasa tubuhnya, apakah dia berbohong atau sekadar gertak gedebus (bluffing). Kembali wajahnya menatap saya dengan senyum yang lebih menyenangkan dari sebelumnya.

"Jadi ET itu sudah mati atau masih hidup sekarang ini, Bro?"

"Hahaha...!" dia hanya tertawa kecil, tapi cukup membuat bapak tua dan mahasiswa di depan kami menengok ke arah kami.

"Kalau mau tahu, makanya Mas Sidik ikut bergabung dengan saya, dan jadilah pelopor jaringan penyidik swasta yang tujuannya membela yang lemah dan menegakkan keadilan." tawarnya penuh idealisme.

"Hari gene ada orang yang mau mebela yang lemah dan menegakkan keadilan, Bro?" tanya saya kurang begitu yakin dengan Deswa.

"Iya hari gini. Sama kayak kamu berpenampilan seperti ini, bukannya karena idealisme dan keyakinan yang kuat? Ngapain peduli dengan kata orang, apalagi haters! Gak penting, Bro!"

Lagi-lagi dia menampar saya dengan kata-katanya. Suwek!

Akhirnya kami terdiam hingga sampai di Terminal Lebak Bulus, setelah beberapa penumpang mengambil kursi di samping kami, dan itu mebuat Deswa tidak merasa nyaman untuk bercerita lebih lanjut. Dari terminal ini dia mengajak saya menuju Pondok Indah Mall. Dan sepertinya dia mencari tempat nongkrong yang enak buat ngobrol namun lebih privasi. Kami pun memilih di Starbuck Coffee PIM. Dan kali ini dia yang mentraktir saya ngopi. Saya pesan cappuchino, sedangkan dia pilih double espresso. Saya perhatikan seleranya, sepertinya dia itu pemikir yang lebih suka beraksi di lapangan.

"Dik!" ujarnya akrab membuka obrolan setelah kami saling diam di perjalanan. "Saya tahu anda itu seorang penulis freelancer dan blogger, meskipun pernah bekerja jadi wartawan di banyak media cetak besar juga media lokal di kota Bekasi.", jelasnya, sepertinya dia sudah mengerjakan PRnya dengan baik.

"Sayangnya kamu kurang begitu fokus dengan pekerjaan. Saya juga perhatikan kamu ini cukup pintar bahkan jenius di beberapa hal namun pembosan." telaahnya tentang saya. Saya pun merasa seperti sop buah yang diputar-putar di dalam toples dan siap dibanting, kalau itu bisa menggambarkan bagaimana perasaan saya menghadapi lelaki misterius ini.

"Di samping itu..." katanya dan kemudian dia menyodorkan sebuah dompet kulit berwarna coklat tua. Astaghfirullah! Itu dompet saya.

"Bagaimana bisa ada pada Anda, Bung?" tanya saya heran, sambil memeriksa apa isinya utuh.

"Tak ada kartu kredit, hanya ATM debit card dari 4 bank besar. Tampaknya Anda tak pernah masuk ke kampung-kampung di pelosok pulau luar Jawa, ya kan?" jelasnya.

"Apa hubungannya?" tanya saya semakin heran.

"Anda hanya punya ATM Mandiri, BCA, BSM dan BNI. Tak ada ATM BRI. Karena di daerah pelosok tingkat kabupaten di luar pulau Jawa, kalaupun ada ATM, paling tidak cuma BRI."

Saya pun tertawa, "Halah, kirain apa...! Ente kayak lagi iklan layanan bank aja!"

"Anda rekam kan? Karena saya kebetulan pernah punya klien salah satu direktur di BRI di Sudirman. Anggap saja nanti tulisan Anda itu nanti iklan tersembunyi."

Kami pun tertawa. Pembicaraan pun berlangsung semakin akrab. Banyak hal lainnya yang bisa aku tanyakan dan sepertinya Deswa semakin nyaman dengan nama pemberianku "Deswa", yang aku ambil dari kata "Detektif Swasta".

Sore itu kami habiskan dengan mengobrol dan membuat sebuah kesepakatan tentang kerjasama ke depan untuk membangun jaringan penyidik swasta yang berbasis internet dan masyarakat umum namun tetap dalam komando rahasia. Aku pun masih merasa takjub dari pertemuan pertama hingga kini, saat tulisan ini diterbitkan.

Sepertinya profesi dalam badan penyidik swasta ini memang menjanjikan, apalagi setelah dia menceritakan cerita hebat lainnya dimana dia berhasil memecahkan beberapa kasus besar yang semakin membuatnya melegenda di kalangan orang berduit di negeri ini.

Jasanya menjadi populer dari mulut ke mulut. Namun secara pribadi dia justru memintaku untuk tetap low profile dalam tulisan yang akan kubuat. Dia tak mau orang salah kaprah dengan profesinya, yang kini menjadi pekerjaan yang paling diinginkan di Amerika Serikat. Sedangkan di Indonesia, profesi ini baru menggejala selama 10 tahun terakhir ini saja. Namun tampaknya mempunyai prospek yang cerah.

Uniknya lagi adalah job ordernya yang paling sering justru dari paranormal. Sepertinya bangsa ini memang bangsa yang aneh dan masih banyak sebagian orang kaya percaya pada klenik perdukunan, sementara si dukunnya sendiri justru minta bantuan dan memberikan pekerjaan menyidik orang hilang justru pada detektif swasta. Absurd dan aneh kan? Tapi begitulah adanya.

Mulai sejak itu saya memasang iklan diri saya sendiri sebagai kontak langsung partner saya, Bung Deswa, sebegai detektif swasta Indonesia.Meskipun bukan yang pertama tapi yang termasuk salah satu biro penyidik swasta yang paling sering menangani kasus besar negeri ini. Cerita tentang kasus besar yang pernah dilakukan bung Deswa, akan saya sampaikan kemudian di lain tulisan.

Yang jelas saya sudah pegang nomor kontaknya, dan kapanpun ada klien, maka saya adalah kontak akses yang bisa dihubungi siapapun yang membutuhkan. Kontak 081283745354 atau 081280376532

DETEKTIF SWASTA - JASA DETEKTIF
Central Investigasi Agency (layanan investigasi) / detektif swasta yangmeliputi wilayah Indonesia.Bisnis kami terletak di kota jakarta, Indonesia. Kami berada dalam bisnis jasa keamanan, investigasi dan perlindungan sejak tahun 2008. Layanan yang diberikan kepada pemerintah, bisnis /perusahaan dan swasta / pribadi. Untuk mencapaiproyek kami, kami memiliki jaringan agen kedudukan tertinggi dan peralatan canggih untuk mendukung bisnis kami. Semua hal yang diperlukan seperti persiapan, peralatan, teknis & rencana taktis di custom made untuk memenuhi kebutuhan pelanggan kami. Terkait dengan biaya bisnis, kami selalu memberikan klien kami pilihan sehingga mereka dapat mempekerjakan kita untuk yang terbaik biaya rendah mereka mampu.

Apakah detektif swasta? Detektif swasta adalah orang yang bekerja mencari informasi tentang suatu kasus yang bersifat independen, tidak terkait dengan TNI, Polri, dll. Walaupun bisa juga bekerja sama dengan pihak tersebut. Detektif swasta tidak berwenang untuk melakukan tindakan hukum, jadi peran detektif swasta ini hanya untuk mengumpulkan informasi dan mencari kebenaran informasi.

CIA (Central Investigasi Agency) dipakai oleh masyarakat kota-kota besar untuk mencari kebenaran tentang perselingkuhan, dan urusan kantor lainnya. Detektif swasta memiliki kemampuan khusus dalam pengintaian, didukung oleh teknologi kami mampu memberikan informasi terbaik bagi anda dan membuktikan kebenaran informasi dengan baik.

Berdasarkan pengalaman dan profesi kami dalam dunia intelejen dan spionase maka kami membuka untuk publik pelayanan yang professional dan memuaskan di indonesia kami menerima sewa jasa mata mata (spionase).

Detektif swasta (private detective) dan penyelidikan (investigation) dengan sistim yang mudah – murah – aman – dan rahasia klien terjamin.

JIKA ANDA MEMBUTUHKAN JASA DETEKTIF SWASTA hubungi wa.me/+6281283745354

2 Comments

Silakan pos kan komentar Anda yang sopan dan harap tidak melakukan pelecehan apalagi yang berkaitan dengan SARA.
Terima kasih.
Wassalam
Redaktur bksOL

  1. Anehnya nomor telepon yang (021)93461965, sudah gak bisa dihubungi

    ReplyDelete
  2. nomor 021 93461965 bisa dihubngi ke wa.me/+6281283745354

    ReplyDelete

Post a Comment

Silakan pos kan komentar Anda yang sopan dan harap tidak melakukan pelecehan apalagi yang berkaitan dengan SARA.
Terima kasih.
Wassalam
Redaktur bksOL

Previous Post Next Post