Memulai Yang Baru

Bismillah. Assalamu'alaikum...

Apa kabar semuanya? Baik-baik saja bukan?

Alhamdulillaah... kayaknya pas banget buat dikirimi e-mail bom...

Jadi nggak perlu takut lagi... saya-nya. Saya gak perlu takut lagi kalo ngebom alias gak lucu.

Banyak orang salah sangka panggil saya Pak Haji. Padahal saya belum pernah naik haji, saya juga belum pernah jadi tukang bubur.

Bicara tentang tukang bubur, saya ini tukang madu. artinya bila perlu saya mencari madu dan saya bawa pulang ke rumah. Jika istri gak suka, wajar. Karena gak ada perempuan yang suka madu. Sudah pernah dengar kan cara mengetahui madu asli atau bukan? Ya sudah kalau sudah tahu, ya ceritanya saya lanjut ke lain hal.

Kenapa masih banyak orang yang salah sangka dengan penampilan luarnya saja? Semua itu karena mereka lihat penampilan saya yang selalu memakai peci haji, pelihara jenggot, serta pake celana cingkrang, di atas mata kaki. Kenapa di atas mata kaki? Karena gak mungkin di atas matahari.

Dan gak sedikit yang melihat penampilan saya seperti ini, mereka panggil saya, Pak Ustadz. Supaya dipahami busana muslim seperti ini gak bedanya dengan pakaian kasual lainnya. Misalnya kaos jersey, yang biasa dipakai oleh pemain sepakbola yang fungsinya sebagai identitas, namun gak selalu yang memakai peci, ghamis dan celana cingkrang itu harus ustadz, sama halnya gak selalu yang memakai kaos jersey itu harus atlet sepakbola, bukan?

Bahkan tukang becak, tukang somay dan tukang bakso di kampung saya, setiap hari sering pakai kaos jersey, kalau mereka lagi keliling. Saya gak keberatan dipanggil "Pak Ustadz" karena pakaian saya ini. Tapi setidaknya mereka yang pakai kaos jersey kenapa gak dipanggil, "Gelandang Becak", "Striker Somay" atau "Keeper Bakso'"?

Ini serius, di kampung saya ada tukang bakso yang penggila bola, MU mania. Di gerobaknya banyak atribut dan foto para pemain Manchester United. Bahkan gerobak baksonya ditulisi merk, Bakso Ronaldo. harganya memang cukup mahal, Rp 15.000,- per mangkok, tapi orang suka dengan kelezatannya.

Pernah ada pembeli bertanya;
"Bang, ini bakso apa, kok mahal sih?'
"Oh ini bakso bola Neng." kata si abang bakso yang akrab dipanggil bang Ronaldo ini.
"Bakso Bola? kok kecil Bang?" si mbaknya sewot.
"Yah namanya juga Bola Bakso Ronaldo." si abang bakso berkelit cantik.
"Oh gitu ya...? Itu sebabnya lima belas ribu perak cuma dapat dua biji bakso?" sindir si mbak.
"Oh iya Neng, dua biji bakso... ditambah satu buah sosis. Ronaldo, gitu loh!" pamer si Abang.

UNTUNGNYA SAYA BUKAN TUKANG BAKSO yang pake kaos jersey, SAYA cuma TUKANG MADU, yang jualan kaos jersey.

Sebagai tukang madu, saya sering kesal karena disangka teroris. Gembolan tas ransel saya, dikira bom. Ini kan ngeselin banget. Padahal isi tasnya bukan bom, tapi... kaos jersey.
Ya... itu, kaos dagangan yang saya jual ke tukang becak, tukang somay dan tukang bakso.

Selain itu ya cuma beberapa botol madu herbal yang saya bungkus lakban berwarna kuning coklat mirip seperti bom plastik C-4.

Makanya, saya gak takut kalau ketemu begal di jalan. Jika mereka mau membegal saya, saya kasih saja tas saya, biar mereka buka sendiri tas ransel yang banyak berisi botol madu itu. Begitu melihat isinya dan kaget, mereka langsung kabur. Ini ransel AntiBegal.

Entah mereka lupa atau gak melihat kalau di dalamnya bagian bawah botol madu ada selusin kaos jersey dagangan.

Tapi itu pasti gak lucu, karena yang saya takuti kalau pulang malam-malam di kawasan sepi seperti Depok adalah, saya takut disangka begalnya.

Biasanya kaos jersey yang dipakai atlet sepakbola dunia, selalu ada tulisan sponsor di dadanya. Contohnya klub sepakbola MU bagian dada kaos jerseynya bertulisan kecil "sponsored by" dan tulisan besar "SONY". Yang lainnya sponsored by "ETTIHAD".
Kaos jersey yang saya jual beda, lebih keren, sponsored by "OSAMA bin LADEN".

Masalah terorisme, dulu pernah pihak kepolisian, Densus 88 akan memberikan hadiah berupa uang bagi siapa saja yang bisa memberitahukan dimana letak persembunyian para teroris. Setiap kepala para teroris ada harganya, ya seolah di kepala mereka ada price tagnya. Osama bin Laden, price tagnya 20juta dolar. Noordin M Top, price tagnya 1 milyar rupiah. Jujur, yang ngeselin ternyata kepala saya juga ada price tagnya, lima belas ribu rupiah. Dan ternyata itu price tag peci saya. (Kayaknya saya lupa bayar ke kasir deh!)

Berpakaian syariah seperti yang saya kenakan itu banyak manfaatnya selain sebagai identitas muslim. Misalnya peci haji saya, selain sebagai anti panas, juga melindungi rambut dari kerusakan akibat gangguan polusi udara dan cuaca buruk.

Pelihara jenggot, memanjangkan jenggot, sebagai anti galau, saya kalau galau, pegang-pegang jenggot aja, gak perlu ngerokok, langsung tenang. Di samping itu memelihara jenggot biar gak mirip seperti bencong.
Emangnya ada bencong pake jenggot? Bencong anti galau, gitu? Sambil pegang-pegang jenggotnya, terus ngambek mukulin orang lain sambil teriak;
"Iiiih rempong, Cyin, akikah bete banget!"
Kagak ada, kan!?

Coba seandainya ada bencong jenggotan, dan ternyata dia teroris. Pasti kan aneh banget, kalo dia mau ngebom di satu target operasi. Dia mungkin teriak, ke semua calon korbannya,
"Haaaiii, lekong semua, helloooooowwww... Jangan jauh-jauh begindang dari akika, keleus...! Akika mawar ngebom... Dhuaarrrr...!!!"
Sungguh bencong yang aneh.

Celana cingkrang, gak usah dijelasin lagi. Selain sebagai celana anti banjir, di atas matakaki, dia juga berfungsi sebagai pakaian silat... Ciyaaaatttt, hap.... hap.... hah! Celana Anti Begal.

Pernah teman di twitter nanyain, "Pak Sidik, kenapa pergi kemana-mana pake celana cingkrang, kayak teroris aja?" Saya kesal banget, terus saya bilang;
"Biarin aja, kemana-mana pake celana cingkrang disangka teroris. Daripada gue gak pake celana cingkrang? Entar gue disangkain tukang buah, jual pisang dan rambutan."
Dia langsung bengong, entah kesal atau kaget gak nyangka kalau saya bakal ngomong seperti itu.

Oh ya kalian belum kenal siapa saya ya? Kenalkan nama saya Sidik Rizal. Panggilan saya Sidik. Dalam bahasa Arab, shiddiq artinya benar. Tapi saya gak suka panggilan saya dalam bahasa Inggris. Shit... Dick... gak enak banget.

Pernah saya pergi ke Bangkok, kenalan dengan bule Inggris di sana, dan dia nanya;
"What's your name?"
"Oh, my name is Shid-diq!" secara perlahan saya sampaikan dengan logat Arab.
"What? Shit? Dick?" tanyanya berkerut kening.
Masya Allah, ini bule ngeselin banget.

"No... no, no, no,.. No shit, and no dick!" balas saya.
"What? No dick?" tukasnya,
"Noooo...! Yes...!? No dick...? Yes dick... there is....!" akhirnya saya marah.
"Yes my name is Dick... dick, dick, dick, dick.... Dhuaaarrrr!" itu orang bule, saya ledakin...

Bikin kesal itu bule... tapi itu semua dalam khayalan saya, Bro/Sis, just joke.

Mungkin enak kali yah jadi teroris? Sudah terkenal, masuk tipi, eh ditakuti pula. Kalau ada yang bikin kesal, tinggal pencet, dan "BOOM!" selesai sudah.

Mau juga sih jadi teroris, tapi kayaknya polisi gak nangkap-nangkap. "Mungkin akikah disekong bukan teroris, keleus! Rumpi deh tu pelisong!" Sepertinya mereka lebih suka ngurusin KPK.

Padahal mau juga dibawa ke kantor polisi, biar kenapa? Biar bisa jualan madu... dan kaos jersey.

Apa perlu saya harus jadi anggota KPK dulu gitu, biar gampang ditangkap polisi? Jenggotan, celana cingkrang, mirip BW, kan sudah bisa dikriminalisasi sama polisi. Ya nggak?

Dulu saya memang pernah punya cita-cita jadi polisi, tapi gagal Akpol. Karena persyaratannya, ternyata polisi itu gak boleh berpakaian syariah. Saya gak diterima jadi polisi, karena saya gak boleh pakai... jilbab. Ini kan terlalu...! Padahal itu syariat loh.

Seandainya saya dibawa ke kantor polisi, pasti saya akan menawarkan madu saya;
"Pak Komandan Densus 88, saya bukan teroris. Saya cuma pedagang madu keliling. Saya jual madu, madu antiteroris."

"Pak Kapolri, saya bukan teroris. Saya cuma pedagang madu. Saya jual madu khusus buat Bapak. Madu antiKPK."

"Bu Polwan, saya bukan teroris. Ini madu saya. Ibu Polwan mau dimadu?"
Untungnya saya gak ditembak bu Polwan...

Dia cuma beli kaos jersey saya, yang ada tulisan di bagian dadanya, SAVE KPK.

Kalau kita bicara tentang kepolisian sebagai aparat penegak hukum, maka kita juga tak bisa lepas dari pelanggar hukum. Saya perhatikan setiap kali para pelanggar hukum, yang statusnya menjadi tersangka setelah berhasil ditangkap polisi, serta akan disidangkan oleh pengadilan, maka stereotipe banget cara berpakaian mereka. Mendadak syar'i. Ini kan bikin kesel,m seolah pakaian muslim seperti peci haji atau peci jenis lainnya ditambah baju koko muslim adalah bajunya para pesakitan. Perhatikan saja tayangan di televisi saat para tersangka itu dibawa dari kantor polisi dan akan diadili di pengadilan, semuanya mendadak berpakaian muslim kan?

Maling ayam, tukang copet bahkan tersangka pembunuhan pun diberi pakaian berupa baju koko dan peci, sedangkan untuk tersangka wanita, mendadak mereka menggenakan jilbab. Ini penghinaan terhadap identitas muslim khususnya dalam berpakaian. Meskipun gak selengkap cara berpakaian saya ini, tapi tetap saya merasa gak nyaman dan kesal.

Coba para tersangka kriminal umum itu diberi pakaian seperti halnya tersangka korupsi yang hendak diperkarakan oleh KPK, dikasih rompi berwarna oranye bertulisan TAHANAN KPK. Nah kalo kayak gini gak akan ada umat beragama yang tersinggung karenanya, paling hanya komunitas yang akrab dengan seragam oranye, misalnya..... STAND UP COMEDY INDONESIA, KOMPASTV.



SidikRizal, Februari 2015, Jakarta.

Post a Comment

Silakan pos kan komentar Anda yang sopan dan harap tidak melakukan pelecehan apalagi yang berkaitan dengan SARA.
Terima kasih.
Wassalam
Redaktur bksOL

Previous Post Next Post