Artifak Bersejarah Milik Mantan Pejabat Dijual

banner
Pemiliknya Tak Bisa Pertahankan Harta Bersejarah Ini
Dilelang Demi Nilai Sejarah dari Mantan Pejabat Era Bung Karno

Kain Songket Emas Sumatera
Kranji - bekasi-online.com
Bertemu dengan tokoh konsultan spiritual memang kita bisa belajar banyak hal. Mulai dari hal yang unik,aneh, bahkan terkadang yang ghaib dan bisa jadi malah berhubungan dengan informasi intelijen tingkat tinggi baik dari masa lalu hingga masa kini.

Bagi saya cerita yang berkaitan dengan  masa depan tak terlalu menjadi perhatian, terkecuali si tokoh spiritualis (atau apalah namanya, misalnya paranormal, orang pintar ataupun lainnya) memang mempunyai ilmu dan intelejensia tinggi.

Sebagian orang menyebutnya kombinasi ilmu pengetahuan dan intelejensi tinggi dengan kesaktian. Semakin tinggi kesaktian sang tokoh, maka semakin tinggi dan luas pula ilmu pengetahuan serta intelejensinya.


Proyektor Film 8mm Kuno thn 1950-an
Tokoh yang saya temui, kali ini adalah Ustadz H. Ki Tosim Nurzeha, saya menyebutnya Haji Kitos. Tokoh yang suka bercanda dengan saya ini memang lumayan luas pergaulannya. Mulai dari orang biasa (yang masih mau disebut rakyat jelata) hingga pejabat tinggi (yang sudah pasti gak mau disebut rakyat biasa, tapi masih percaya dengan paranormal, hehehehe....), sering berkunjung ke rumahnya apabila dirinya tak melakukan gebyar pengobatan ke daerah-daerah.

Sang Ustadz rupanya bertemu dengan satu keluarga mantan pejabat di jaman Bung Karno. Mantan Pejabat yang sudah sepuh itu meninggalkan banyak anak cucu dan tentunya harta kekayaan yang tidak sedikit. Namun dari sekian banyak harta bergeraknya ada beberapa yang punya nilai cerita dan sejarah sangat tinggi. Nah inilah yang jadi sumber mala petaka bagi keluarganya.

Wadah Makanan Keramik Besar tahun 1940-an
Mengapa bisa begitu? Karena harta benda yang sudah berusia lebih dari 60 tahun itu tidak mempunyai nilai pengikat kasih sayang bagi keluarga yang ditinggalkannya. Jangankan bermanfaat buat mereka, terkadang jadi sumber perselisihan yang kedengarannya terlalu sepele untuk dijadikan alasan keributan keluarga.

Sebagai contoh sebuah kain sulam dari daerah Sumatera bagian selatan. Ada sebagian keluarga yang berpendapat bahwa tenunan yang menyerupai kain sarung itu diserahkan ke museum sejarah saja, sebagai bahan pelajaran sejarah. Kain yang menerupai songket ini terlihat masih apik dan indah dengan rajutan benang emasnya. Anak cucu mantan pejabat itu pun berebutan bercerita bahwa dulu kain itu adalah hadiah seorang bangsawan dari Sumatera (tak jelas apakah itu Aceh, Minang, Bengkulu atau Jambi) saat sang kakek (ayah) mereka masih memegang jabatan pada jaman Bung Karno.

Burung Cendrawasih, keindahan yang diawetkan
Dari penampilannya memang terlalu indah untuk dibiarkan begitu saja, tapi menurut kajian beberapa ahli, kain sarung songket emas ini adalah termasuk hasil rajutan modern paling pertama semenjak Indonesia belum merdeka yang usianya bisa dipastikan lumayan tua. Bahkan seorang ahli mengatakan kain songket emas ini sudah berusia di atas 100 tahun, namun bahan baku materialnya masih kelihatan terawat dan indah dilihat.

Proyektor Fiji Cinemascope thn 1950-an
Meski begitu, keluarga yang ditinggalkan tidak bisa sekadar memajangnya di lemari atau tembok sebagai hiasan dinding karena perdebatan mereka dimana sebagian merasa berkewajiban menyerahkan barang itu ke Pemerintah karena bernilai sejarah sangat tinggi dan yang lainnya meminta untuk dijual saja kepada siapapun yang berminat. Akhirnya Ki Tos mengambilnya dan mengatakan akan menjualnya kepada siapapun yang berminat kepada tenunan songket emas asli tradisional Sumatera berusia seratus tahun lebih itu.

Wadah Makanan Antik Berusia Nyaris 100 tahun


Wadah keramik untuk nasi/makanan/sayur
Ada lagi satu piring keramik berpori besar dimana bila nasi ditempatkan ke dalamnya yang berbentuk seperti mangkuk raksasa ini maka nasi tersebut awet dan tidak basi hingga 5 hari, tentunya jika nasi ditutup dengan selembar kain. Disinilah ketinggian teknologi jadul yang sederhana dalam penyimpanan makanan tanpa pengawet kimia.


Wadah keramik ini pun kelihatan sekali di bagian belakangnya buatan Jepang, dan tampak dari tulisannya bahwa keramik itu dibuat di tahun 1940-an. Dimana Jepang banyak memproduksi keramik seperti keramik China dalam industri di jaman dimana Jepang sedang menguasai sebagian Asia Raya.


Jam Antik Kuno bernuansa modern dari tahun 1950-an

Jam antik tahun 1940-an yang masih berfungsi
Yang tampak unik adalah jam antik tahun 1950-an dengan bentuk modernnya itu jam yang berukuran tak terlalu besar ini bisa mengeluarkan bunyi seperti jam kuno antik abad 19-an awal. Bunyi "deng...deng...deng" nya terdengar lumayan keras untuk bentuk ukuran kecilnya. Kisaran harga jam antik ini saja yang bisa diperkirakan yakni senilai 200-an juta rupiah. Huwaduh? Jam kuno seperti itu saja bernilai 200-an juta rupiah! Bagaimana dengan songket emas dan keramik wadah makanan tadi ya?



Kamera dan Proyektor thn 1940-an, Film Bisu Berwarna Pertama

Proyektor antik film bisu berwarna thn 1950-an
Dari sekian barang antik yang dipamerkan oleh Haji Ki Tos, mungkin cuma kamera Canon kuno dan Projector Fuji Cinemascope saja yang menarik perhatian saya. Setelah ditangani dan diketahui bagaimana cara penggunaannya oleh sahabat saya, Aris Margiyantoro, kami sempat menonton beberapa film bisu berwarna pertama dari tahun 1940-an yang berdurasi 30-an menit.


Uniknya lagi dari beberapa film klasik berukuran 8 mm itu, ada beberapa film porno buatan barat (tak jelas apakah buatan Amerika Serikat atau negara Eropa). Yang jelas film porno klasik itu sudah jelas membuktikan "kebejatan" modernisasi orang Barat dari jadul. Saya sendiri jadi tertawa melihatnya, bagaimana tidak, karena film porno klasik itu dibuat tidak mengeluarkan suara sama sekali dan gambar hidupnya kelihatan dibuat oleh profesional. Saya pun bisa membayangkan bagaimana rasanya jadi orang kaya jaman dulu yang menikmati film porno sendirian tanpa harus kuatir suaranya terdengar dari kamar sebelah.


Bagian dalam elektroniknya yang bersih terawat
Tapi di situlah uniknya, karena proyektor kuno berusia lebih dari 50 tahunan ini masih bisa beroperasi dengan baik dan ketika dibongkar isinya, nampak bahwa rakitan teknologi elektroniknya masih bersih dan terawat. Hanya beberapa karet pemutar motor film saja yang harus diganti baru. Untung saja di dekat ruah Haji Ki Tos ada toko perlengkapan elektronik, khususnya karet penggerak mesin jahit yang lengkap dalam berbagai ukuran. Hanya bagian lensa bermerk Fujica yang kotor karena saking tuanya, sehingga gambar hidup yang tampak di dinding berwarna agak kekuningan dan kusam. Mungkin jika lampunya diganti dengan halogen putih, akan tampak lebih terang dan putih film yang muncul, kali yah?

Kamera antik merk Canon untuk film 8 mm
Bila dilihat dari bersihnya bagian dalam proyektor dan masih berfungsinya alat elektronik jadul ini, kelihatan bila sang pemilik jarang sekali menggunakannya kecuali jika ia ingin bernostalgia dengan masa mudanya semasa menjadi pejabat publik. Hehehehe.... barang antik penuh "nafsu syahwat" yang kedengarannya lebih lucu buat saya untuk diceritakan daripada direnungi bagaimana si mantan pejabat melalui kehidupannya.

Tak lupa dengan kamera dengan lensa Canon. Semua barang elektronik antik dan kuno ini masih tersimpan rapi beserta manual book dengan bahasa Inggris dan berbagai bahasa lainnya. Sepertinya Haji Ki Tos mau menjualnya dengan harga penawaran awal senilai 500juta-an rupiah.

Mummy Burung Cendrawasih yang bernilai 150-an juta rupiah.

Sedihnya Keindahan Cendrawasih Awetan
Ada satu peninggalan sang mantan pejabat yang membuat saya agak miris, yakni burung Cendrawasih yang sudah dibekukan (diawetkan) kemudian disimpan dalam wadah kaca. Ini membuktikan sang pejabat suka dengan keindahan burung surgawi dari negeri Papua ini. Sepertinya pada masa itu, Burung Cendrawasih masih belum dilindungi oleh Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah. Karena semenjak tahun 1950-an banyak sekali burung Cendrawasih yang diburu dan diawetkan untuk dijual keluar dari pulau hitam, Irian Jaya (nama pada saat itu).

Kalau melihat bentuknya, sepertinya hanya barang ini saja yang menurut saya punya nilai budaya asli Indonesia setelah sarung songket emas seperti sebelumnya sudah diceritakan. Hanya saja ada rasa bercampur-campur saat melihat barang antik ini hendak dijual secara terbuka. Harapannya adalah sang pembeli tidak akan membawanya ke luar negeri dari Nusantara. Burung Cendrawasih yang diawetkan ini sebenarnya terlalu indah untuk lari ke luar negeri.

Keramik China buatan industri keramik Jepang tahun 1940-an
Coba kita bayangkan, burung surgawi ini harus mati ditangkap hanya untuk diawetkan dan dijual pergi keluar dari tanah Papua. Betapa banyak sudah populasi burung lambang kekayaan hewani pulau terujung Indonesia ini telah dibunuh hanya demi keindahaan semata. Jadi sebagai orang yang mencintai kekayaan nusantara, saya lebih memlih untuk menjaganya agar tak terjual dan dibawa pergi ke luar negeri, meski dibayar berapapun besarnya.


Wadah Makanan (Bokor) dari Emas Antik berusia 100 tahun lebih

Ada satu barang antik yang menurut saya sangat kuno dan antik sekali, yakni wadah makanan (bokor) yang terbuat dari logam kuningan berwarna keemasan. Wadah ini diduga berusia lebih dari 100 tahun, karena sang pejabat membelinya dari seseorang yang masih ada hubungan kerabat dengan keraton (entah keraton mana? Bisa jadi dari keraton Cirebon).

Wadah (bokor) sesaji makanan kuningan yang berusia 100-an tahun lebih
Sepertinya perlu diteliti di laboratorium kandungan karbon logam bokr emas dari kuningan ini, agar dapat diketahui pasti berapa usianya. Kalau melihat penampilan fisiknya, keadaan bokor kuningan ini masih terawat baik, meski bentuknya yang sangat klasik dan antik. Sepertinya hanya kalangan tertentu saja yang mau menyimpan dan memiliki barang antik yang konon akan dijual seharga 750 juta rupiah ini kepada siapa saja yang berjodoh. Hal ini memang sengaja ditekankan oleh Haji Ki Tos, bahwa bokor kuningan ini sengaja tak dijual kepada sembarangan orang, karena faktor nilai sejarahnya. Hmmmm... Anda tertarik barang antik kuno nan mahal?

Projector and Camera of 1950 that will be sold for antique-lover
Bahkan dalam benak saya harga 150-an juta rupiah tidaklah pantas untuk dipasangkan ke barang mati nan indah ini. Nah jika Anda hendak menyelamatkan kekayaan alam yang "sudah terlanjur" diawetkan ini, yakni burung Cendrawasih dan Kain Songket Emas Sumatera Anda bisa menghubungi Haji Ki Tos di telepon 081385.386.583 atau dengan Sidik Rizal di (021)9346.1965 - (021)932.74925

Sidik Rizal - webrizal.com

1 Comments

Silakan pos kan komentar Anda yang sopan dan harap tidak melakukan pelecehan apalagi yang berkaitan dengan SARA.
Terima kasih.
Wassalam
Redaktur bksOL

  1. Kain songketnya luar biasa. Kelihatannya dari Lampung ya. Mudah-mudahan kain tersebut sampai pada orang atau tempat yang tepat. Sayang kalau cuma untuk disimpan.

    ReplyDelete

Post a Comment

Silakan pos kan komentar Anda yang sopan dan harap tidak melakukan pelecehan apalagi yang berkaitan dengan SARA.
Terima kasih.
Wassalam
Redaktur bksOL

Previous Post Next Post