Waroenge Dhe-Whe Mbokde Mulyo Pulogebang Cakung

banner
TENARNYA KELEZATAN MIE LETHEK KHAS BANTUL
Lawan KHASIAT Segarnya Wedang Uwuh Imogiri


Bumbu Rahasia Ayam Jago dan Biang
Pulogebang - kulinerkuliner.com
Siapa sangka bila selama ini perjalanan kuliner menjelajahi Bekasi dan sebagian Jakarta serta beberapa daerah di luar kota ternyata bisa kalah seru dengan kuliner yang saya temui tak jauh dari tempat tinggal saya. Kali ini Pulogebang sebagai salah satu area khusus untuk liputan kuliner saya.

Waroenge Dhewe yang bernuansa magis
Jika menyusuri jalan raya Pulo Gebang dari arah stasiun kereta api Cakung atau Kantor Walikota Jakarta Timur, menuju arah Ujung Menteng dan Kota Harapan Indah Bekasi, maka tak lebih dari 1 km ada di sebelah kiri, kita akan menemukan sebuah warung makan sederhana yang bergaya etnis lesehan Malioboro dengan sajian khas Jawa Tengah.

Tepatnya sajian khas dari daerah sebelah selatan Jogja yakni Bantul., namanya Waroenge Dhe-Whe. Pastinya di warung sederhana ini menyajikan kelezatan sajian unik khas Bantul.

Mulai dari Gudeg asli khas Djogja, Ayam Penyet dan Bakmi Djowo khas Bantul. Tapi semuanya itu sudah pernah jadi liputan dan bukanlah hal yang istimewa buat kulinerkuliner.com apalagi bukankelanakuliner.com. Berikut ini sajian istimewa yang mendapat perhatian khusus liputan kali ini yakni Bakmi Djowo ala Mbok Dhe Mulyo.

Setiap pelanggan boleh memilih dan mengambil sendiri bahan baku seperti sayuran dan daging ayam sesuai selera. Barulah kemudian diberi bumbu dan dimasak langsung oleh Mbok Dhe Mulyo. Artis terkenal seperti Annisa Bahar pun sering memilih sendiri makanannya yang nantinya dimasak sang koki asli Bantul itu.

Mie Lethek Khas Bantul Pulogebang Cakung
Mie Lethek, Kenikmatan "Mie Dekil" ala Bantul kini hadir di Pulogebang, Cakung

Yang menjadi pilihan khusus kali ini adalah menu Mie Lethek khas Bantulnya yang sangat istimewa. Dari namanya saja sudah bikin rasa ingin tahu saya semakin membesar (kesannya benar-benar "aphrozidiac" neh makanan.... hehehehe). Lethek dalam bahasa Jawa artinya kira-kira serupa dengan "dekil" atau kotor.


 

Karena warna mie yang agak kusam keabu-abuan, bukannya putih bersih disebabkan tanpa pemutih sama sekali. Makanya disebut mie dekil atau mie lethek. Meski warnanya dekil, tapi jangan salah dengan rasanya yang MasyaAllah.... muantabs buwanget! Gurihnya justru mengingatkan saya sama kota Jogja bukannya Bantul... (jadi inget mantan pacar yang tinggal di sana). Di samping warna mienya yang lethek, ternyata cara memasaknya pun sangat unik. Karena harus dengan perlakuan khusus, dimana bila terlalu panas bisa jadi jenang (dodol). Nah terbayangkan betapa sulitnya mengira-ngira berapa panas yang pas dalam membuat sajian masakan mie lethek?

Mie Lethek adalah sajian khas Bantul yang biasanya terbuat dari bmie putih yang biasanya menggunakan merk tertentu. "Kami sudah coba mi merk lain tapi yang paling pas dan cocok cuma merk ini saja." papar Mbok Dhe Mulyo tentang rahasia lezat menu unggulannya itu.

Yang jelas kelezatan khas Bantul ini bisa kita dapatkan di sini. Gurihnya mie goreng atau mie godhog berwarna butek ini mengingatkan saya dengan sajian Mie Godhog khas Jogja yang "nyemek" (direbus tapi tak berkuah).

Rasa ayam kampungnya pun memang beda. Ternyata rahasianya adalah kombinasi irisan daging ayam biang (betina) dengan daging ayam jago (jantan) yang telah diungkeb beberapa jam sebelumnya. tentunya dengan bumbu rahasia ala Mbok Dhe Mulyo. Hmmmm kelezatan khas Bantul yang patut dicicipi.

Tahu Guling, kombinasi Tahu Kupat dengan Kuah Pempek.

Guling Tahu Khas Bantul
Makan yang pertama kali saya nikmati di Waroenge Dhewe adalah Tahu Guling. Menu yang mirip tahu kupat khas Magelang ini diberi kuah kecap manis yang lumayan pedas untuk ukuran lidah Jawa. Tapi justru para pelanggan Tahu Guling kebanyakan adalah orang Sumatera dan luar Jawa lainnya.

"Memang kebanyakan pelanggan kami justru para pendatang dari pulau Sumatera dan bahkan ada yang dari Sulawesi" papar Mbok Dhe Mulyo.
Termasuk salah seorang artis senior seperti Bambang Tondo, adik kandung Tanti Yosepha, musisi era tahun 1970-an.

Untuk menu sajian Tahu Guling terbilang istimewa karena rasanya yang bukan saja pedas namun kuah kecap manisnya yang seperti kuah pempek itu punya rasa khas. Sambil menikmati potongan tahu (biasanya tahu bacem, namun saat itu sajiannya berupa tahu goreng yang tak kalah nikmat). Campuran taoge dan bihun putih juga begitu pas di lidah. Sensasi pedasnya begitu pas dengan rasa manis, gurih dan asam. Masya Allooohhhh mantabs buanget Cuy!

Mangut Lele Tak Kalah Sedap dengan Mangut Belut Semarang

Mangut Lele Ganjuran
Satu lagi sajian khas Bantul yang bikin saya dan keluarga berdecak nikmat. Ya sajian Mangut Lele ini saya bawa pulang setelah saya kenyang menikmati Tahu Guling ala Waroenge Dhewe. Mangut Lele yang dibuat dengan Lele Bakar plus kuah bumbu opor yang lumayan pedas dan kebetulan Mbok Dhe Mulyo berasal daerah Ganjuran,, Bantul. Itulah sebabnya sering pula disebut sebagai Mangut Ganjuran.

Meskipun bentuknya seperti opor, namun sajian Mangut Lele ini berwarna merah cabe ini karena cabe merahnya yang lumayan banyak.

Bagi saya yang terpenting adalah rasanya. Kombinasi pas antara gurihnya daging lele bakar dengan kuah sambel pedas membuat lidah saya dan anak istri saya terus menari menikmatinya. Hmmm dobel-dobel mantapnya mengingat beberapa bumbu rempahnya tidak dibeli di pasar lokal Jakarta, justru didatangkan khusus dari Pasar Beringharjo Jogjakarta. Nah unik dan khas banget bukan?

Sepertinya saya baru pertama kali merasakan kelezatan lele bakar ini yang jauh berbeda bila dibandingkan pecel lele goreng yang biasanya saya nikmati bersama keluarga. Petualangan kuliner saya kali ini sukses dengan bertambahnya perbendaharaan makanan khas Bantul dalam liputan kulinerkuliner ini.

Wedang Uwuh, Khasiat ajaib "Wedang Sampah" kreasi Sri Sultan HB IX

Wedang Uwuh Imogiri
Bila sudah tiga menu unggulan di Waroenge Dhewe yang saya nikmati, kayaknya belum lengkap bila tak mencoba wedangan (minuman) khas rumah makan bergaya etnis saung lesehan ini.

Waroenge Dhewe yang berumur 2 tahun ini tepatnya tanggal 15 Desember 2008 lalu ini memang lebih sering buka dari jam 11 pagi hingga jam 12 malam. Umumnya para pelanggan menyukai tempat ini karena tiga minuman unggulannya yang luar biasa. Dua minuman panas yakni Teh Poci dan Wedang Uwuh dan satu minuman dingin, yakni Es Tape.

Bila Teh Poci dengan gula batu yang dikasih potongan batang sereh dan pengaduknya juga dari batang sereh, namun bagi kulinerkuliner.com yang istimewa adalah Wedang Uwuh (dalam bahasa Jawa Uwuh = Sampah).

Betapa tidak, minuman khas Bantul ini sejatinya adalah minuman ramuan khusus yang dipelopori oleh ide Sri Sultan Hamengku Buwono IX.

Ramuan Wedang Uwuh adalah dedaunan kering yang jatuh dari pohon di makam Raja Mataram, Pajimatan Imogiri. Jadi wajar saja bila dedaunan kering yang tidak dipetik langsung dari pohonnya itu disebut sampah.

Dedaunan kering yang berjatuhan lalu dicampur dengan potongan jahe bakar yang ditumbuk dan potongan kayu secang serta sebatang sereh dan digodhog dengan air hingga mendidih panas.

Hasilnya adalah seperti teh namun berwarna kemerahan. Minuman sampah berkhasiat ini siap dinikmati ditambah dengan potongan gula batu atau gula Jawa.

Rasanya...... hmmmm mantap luar biasa, di samping pedas jahenya begitu terasa, kesegaran daun pohon khusus ini begitu sensasional dikombinasi sedapnya batang sereh dan kayu secang yang juga bermanfaat sebagai antibiotik. Pasti Anda suka.....

Riwayat Merk Waroenge Dhewe.

Menurut kisah dari Mbok Dhe Mulyo, bahwa dirinya dilahirkan pada hari dan tanggal yang sama dengan sang suami. "Bedanya saya dilahirkan pada pagi hari, sedangkan suami saya sore hari," jelas Mbok Dhe Mulyo, wanita kelahiran Ganjuran Bantul 47 tahun yang lalu ini.

Mbok Dhe Mulyo mampu membuat sajian masakan yang lezat  ini dikerenakan memiliki alat untuk membuat bumbu berupa warisan cobek dan munthu dari eyangnya, Mbah Kromoarjo yang terkenal di Bantul karena kelezatan bakmie godhognya.

Ayam Jago dan Biang, rahasia lezat Bakmi Djowo
Dengan keahlian memasak aneka sajian khas Bantul yang juga didukung manajemen suaminya,  sarjana akuntansi maka serta anaknya yang seorang atlit sehingga banyak kolega yang datang berkumpul meramaikan Waroenge Dhewe baik dari kalangan artis, pejabat dan maupun mantan pejabat.


Di antaranya adalah Annisa Bahar, Bambang Tondo, musisi tahun 70-an, yang juga adik kandung dari Tanti Yosepha. Ada juga mantan Gubernur Kalimantan Barat dan mantan menteri.

Bambang Tondo, pelanggan setia Bakmi Godhog
Sampai saat ini Mbok Dhe Mulyo merasakan banyak nikmat dari berkah dibukanya warung khas sajian Jogja dan Bantul. Sebagai catatan Anda, di tempat ini juga ada sajian lainnya seperti Bubur Parangtritis dan tentunya Nasi Gudeg Jogja dan yang populer adalah Nasi Ayam Penyet dengan sambel khasnya yang jadi favorit kebanyakan pelanggannya.

Juga ada Mangoet Lele Ganjuran yang gurih dan unik, dan jangan lupa adalah Bakmie Godhog khas Bantul yang paling digemari pelanggannya.

Tertarik untuk pemesanan masakan khas Bantul, silakan hubungi telp (021)4435.2249, (021) 9346.1965 atau (021) 932.74925


Waroenge Dhewe
Jl. Pulo Gebang Raya 76 Jakarta Timur
Phone/SMS:
(021)4435.2249 (021)9346.1965

Sidik Rizal - bukankelanakuliner.com

2 Comments

Silakan pos kan komentar Anda yang sopan dan harap tidak melakukan pelecehan apalagi yang berkaitan dengan SARA.
Terima kasih.
Wassalam
Redaktur bksOL

  1. Jenis mie yang satu ini berwarna kecoklatan sehingga disebut "lethek" (bahasa jawa) atau kotor. Meski namanya lethek, makanan ini higienis dan memiliki rasa khas serta proses pembuatan secara tradisional.



    Yasir Ferry seorang pengusaha mie lethek di Dusun Bendo RT 101 Trimurti, Srandakan, Bantul, meneruskan usaha keluarga turun-temurun. Usaha mie dirintis oleh Umar Bisyir Nahdi, kakek Yasir, sejak tahun 1940-an. Pada tahun 1972, perusahaan diteruskan oleh Ismed Bachir Saleh. Namun pada tahun 1985, usaha mie lethek berhenti karena Ismed meninggal dunia dan perusahaan tidak yang mampu meneruskan.

    Pada tahun 2002, Yasir Ferry kembali membuka kembali usaha yang telah dirintis kakeknya. Berlatar belakang membuka lapangan pekerjaan bagi warga sekitar yang biasa sebagai buruh penambang pasir di sungai.

    Dengan pegawai sejumlah 30 orang, memprodiksi 1 ton mie lethek dalam sehari. Namun, produksinya tidak tentu, bisa 2 hari kerja selanjutnya libur sehari. Harga 1 kilogram mie Rp 6.600 sedangakan harga eceran per-pak Rp 33.000.

    Pembuatan mie lethek ini cukup unik, menggunakan tenaga sapi untuk menggiling adonan mie. Berbahan baku tepung tapioka dari Lampung dan gaplek yang didatangkan dari Purworejo.

    Yasir Ferry mnegaku pernah mengikuti pelatihan yang diselenggarakan Sri Boga Semarang dan Pameran di JEC.

    Bila anda tertarik bisa menghubungi nomer telepon 0274-6576680, atau datang ke Dusun Bendo RT 101 Trimurti, Srandakan, Bantul 55762.

    ReplyDelete
  2. Bikin Mie Singkong di Antara Lenguhan Sapi



    Warna mie itu memang agak kusam tidak seterang mie-mie instan yang biasa dijajakan di warung atau kios-kios swalayan. Namanyanya mie lethek (bahasa Jawa), yang artinya kusam. Tapi biar kusam mie ini istimewa. Pertama soal rasa, konon mie ini lebih enak dan kenyal. Kedua, tanpa menggunakan bahan pengawet. Ketiga, karena di Yogyakarta hanya dua tempat yang memproduksi mie lethek ini dan semuanya hasil industri rumahan.

    Lebih istimewanya lagi mie ini diproduksi masih dengan cara-cara tradisional. Seperti di pabrik mie "Revolusi" milik keluarga almarhum Umar Bisyir di Dusun Bendo, Srandakan, Bantul - Yogyakarta. Untuk menggiling adonan tepung tapiokanya mereka masih menggunakan tenaga sapi. Dan ini bertahan dari awal berdirinya tahun 1940-an sampai sekarang. Alasannya: belum menemukan teknologi yang tepat untuk mengolah adonan mie.

    Tadinya bukan saja untuk menggiling adonan mie yang masih menggunakan cara tradisional. Tapi juga alat press kayu untuk mencetak mie masih mengunakan banyak tenaga manusia. Belakangan ini alat press itu digantikan tenaga mesin sehingga lebih efesien dan produktivitas bisa ditingkatkan. Hanya mesin press itu yang sedikit modern, yang lainnya seperti oven untuk memasak adonan masih menggunakan tungku semen dan kayu sebagai bahan bakarnya. Begitu juga proses pengeringanya masih mengandalkan tenaga matahari. Hal itu yang menyebabkan warna mienya sedikit kusam.

    Pemilik pabrik itu, Yasir Ferry Ismatrada, setidaknya bisa berbangga hati. Karena sedikitnya bisa membuka lapangan pekerjaan bagi sekitar 40-an orang warga Dusun Bendo. Dan juga mie produksinya bisa menyerap 12 ton tapioka produksi lokal yang berarti ikut membantu menghidupi para petani singkong. Belum lagi mie yang dilepas ke pasaran sebagian besar diserap oleh pedagang mie kaki lima di kawasan Yogyakarta. Tentu saja itu bisa menghidupi keluarga pedagang mie kaki lima tersebut.

    Jadi kalau anda jalan-jalan ke Yogyakarta dan makan mie goreng di pinggir jalan, jangan kaget mie yang anda makan adalah mie lethek yang diproduksi di antara lenguhan sapi di Dusun Bendo, Srandakan- Bantul. Moooooaaaaa!

    ReplyDelete

Post a Comment

Silakan pos kan komentar Anda yang sopan dan harap tidak melakukan pelecehan apalagi yang berkaitan dengan SARA.
Terima kasih.
Wassalam
Redaktur bksOL

Previous Post Next Post
banner